Contoh Karya Ilmiah - Negeri Berselimutkan Asap
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Hutan sebagai paru-paru dunia juga penyumbang oksigen dan
keanekaragaman hayati terbesar di muka bumi.Terdapat berbagai jenis flora dan
fauna didalamnya.Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia yang
dapat ditemukan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin.Sebagai
fungsi ekosistem, hutan berperan sebagai lumbung air, penyeimbang lingkungan,
dan mencegah timbulnya pemanasan global.
Hutan Indonesia merupakan hutan terluas ke-3 di dunia setelah
Brazil dan Zaire. Luas hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 120,35 juta
hektar atau sekitar 63 persen luas daratan. Penyebaran hutan di Indonesia
hampir berada di seluruh wilayah nusantara, termasuk Provinsi Riau. Sebagian
besar wilayah hutan Provinsi Riau merupakan lahan gambut yang sangat berpotensi
untuk pertumbuhan kelapa sawit.Dari luasan total lahan
gambut di dunia sebesar 423.825.000 ha, sebanyak 38.317.000 ha terdapat di
wilayah tropika. Sekitar 50% dari luasan lahan gambut tropika tersebut terdapat
di Indonesia yang tersebar di pulau-pulau Sumatra, Kalimantan, dan Papua,
sehingga Indonesia menempati urutan ke-4 dalam hal luas total lahan gambut
sedunia, setelah Kanada, Uni Soviet, dan Amerika Serikat.Indonesia memiliki
lahan gambut terluas diantara negara tropis lainnya, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar luas terutama di pulau Sumatera,
Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008 dalam Agus dan Subiksa, 2008). Lahan gambut Riau
menempati urutan ke-2 terbanyak setelah provinsi Papua.
Oleh karena itu, banyak perusahaan-perusahaan baik swasta
asing maupun dalam negeri yang berminat dan tertarik terhadap lahan gambut di
Provinsi Riau dan kemudian melakukan kerjasama untuk membangun perkebunan
kelapa sawit yang akan diolah menjadi minyak. Namun tidak semua perusahaan yang
menaati peraturan pemerintah terutama dalam hal pengelolaan lahan untuk
pembangunan sehingga timbulah tindakan illegal
yang dilakukan oleh perusahaan tersebut yang hanya dapat memberikan keuntungan
sepihak. Misalkan, pembukaan lahan yang dilakukan dengan carapembakaran hutan.
Dengan semakin banyaknya lahan yang dibakar maka akan
meningkatkan kadar asap dari kebakaran itu sendiri. Apalagi asap yang
ditimbulkan dari pembakaran lahan gambut yang dinilai sangat sulit dalam upaya
penyelesaiannya. Dikarenakan, saat musim kemarau tiba permukaan tanah gambut
cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan api di permukaan juga dapat
merambat ke lapisan dalam yang relatif lembab. Oleh karenanya, ketika terbakar,
kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air di dalam gambut dan
menghasilkan asap yang sangat banyak.
Mengenai hal tersebut maka diperlukan penelitian mengenai
kandungan dan dampak yang ditimbulkan atas asap kebakaran dari lahan gambut
tersebut, khususnya bagi lingkungan dan kesehatan di wilayah Riau.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana kaitan antara lahan gambut dan kabut asap di Riau?
2.
Bagaimana pengaruh kabut asap terhadap kualitas udara di
Provinsi Riau?
3.
Bagaimana pengaruh kabut asap bagi lingkungan dan kesehatan?
1.3 Tujuan
Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara lahan gambut dan kabut asap
di Riau.
2. Untuk menjelaskan pengaruh kabut asap terhadap kualitas
udara di Riau.
3. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh kabut asap bagi
lingkungan dan kesehatan di Provinsi Riau.
1.4
Hipotesis
Jika lahan gambut mempengaruhi tingkat keparahan kabut asap,
maka akan berdampak terhadap lingkungan di wilayah Provinsi Riau.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hutan
Hutan adalah
suatu wilayah yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan lebat yang berisi antara
lain pohon, semak, paku-pakuan, rumput, jamur dan lain sebagainya serta
menempati daerah yang cukup luas. Hutan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida(carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, dan pelestari tanah serta merupakan
salah satu aspek biosfer bumi yang
paling penting.Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia.Hutan
dapat ditemukan di berbagai tempat baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di
dataran rendah maupun di pegunungan, dipulau-pulau kecil maupun di benua besar.
Hutan
merupakan suatu ekosistem yang dibentuk atau tersusun oleh berbagai komponen
yang tidak bisa berdiri sendiri, tidak dapat dipisah-pisahkan, bahkan saling
mempengaruhi dan saling bergantung satu samalain.Banyak yang memberi definisi
dan pengertian tentang hutan. Pada Undang - Undang RI No. 41 Tahun 1999
mencantumkan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Pendapat lain
mendefinisikan hutan sebagai lapangan yang ditumbuhi pepohonan yang secara
keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya
atau ekosistem.
2.2 Lahan Gambut
Hutan gambut
adalah hutan yang tumbuh di atas kawasan yang digenangi air dalam keadaan asam
dengan pH 3,5 – 4,0. Hal itu tentunya menjadikan tanah sangat miskin zat hara.
Gambut ( Bod Pead ) merupakan jenis
tanah yang sebagian besar terdiri dari pasir silikat dan sebagian lagi terdiri
atas bahan-bahan organik asal tumbuhan yang sedang dan atau sudah melalui
proses dekomposisi. (Panduan Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut, 2005).
Gambut terjadi
pada hutan-hutan yang pohonnya tumbang dan tenggelam dalam lumpur yang hanya
mengandung sedikit oksigen, sehingga jasad renik tanah sebagai pelaku
pembusukan tidak mampu melakukan tugasnya secara baik.Akhirnya bahan-bahan
organik dari pepohonan yang telah mati dan tumbang tertumpuk dan lambat laun berubah
menjadi gambut yang tebalnya bisa mencapai 20meter.
2.3 Kebakaran Hutan/ Lahan Gambut
Kebakaran hutan (wildfire)
adalah keadaan api menjadi tidak terkontrol dalam vegetasi yang mudah terbakar
di daerah pedesaan atau daerah yang luas. Nama lainnya yaitu bush fire,
forest fire, grass fire, hill fire, peat fire, vegetation fire, wildland fire,
tergantung dari tipe vegetasi yang terbakar. Kebakaran hutan berbeda dengan
kebakaran biasa berdasarkan kekuatan dan luasnya api. Perbedaannya adalah
penyebaran yang jauh dari tempat semula dan dapat berganti arah tanpa diduga.(National
Interagency Fire Center.The science of wildland fire.cited 2011 Jan 9)
Menurut Kamus Kehutanan, Departemen
Kehutanan Republik Indonesia. Kebakaran Hutan (Wild Fire Free Burning, Forest Fire) didefinisikan sebagai
:Kebakaran yang tidak disebabkan oleh unsur kesengajaan yang mengakibatkan
kerugian. Kebakaran terjadi karena faktor-faktor:
·
alam (misalnya musim kemarau yang
terlalu lama)
· manusia (msalnya karena kelalaian
manusia membuat api di tengah-tengah hutan di
musim kemarau atau di hutan-hutan yang
mudah terbakar)
Kebakaran hutan merupakan faktor lingkungan dari api yang
memberikan pengaruh yang cukup tinggi terhadap ekosistem hutan. Kebakaran hutan/lahan
di Indonesia umumnya (99,9%) disebabkan oleh manusia baik disengaja maupun
akibat kelalaiannya. Sedangkan sisanya (0,1%) adalah karena faktor alam, yakni
petir, kemarau panjanga, dan larva gunung merapi. Saharjo (1999) menyatakan
bahwa baik dia real hit, hutan alam, dan perladangan berpindah dapat dikatakan
bahwa 99% penyebab kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah
manusia, entah itu sengaja dibakar atau karena api lompat yang terjadi akibat
kelalaian pada saat penyiapan lahan. Bahan bakar dan api merupakan faktor
penting untuk mempersiapkan lahan pertanian dan perkebunan (Saharjo, 1999).Pembakaran
lahan gambut dinilai sangat sulit dalam upaya penyelesaiannya. Dikarenakan,
saat musim kemarau tiba permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah
terbakar, dan api di permukaan juga dapat merambat ke lapisan dalam yang
relatif lembab. Oleh karenanya, ketika terbakar, kobaran api tersebut akan
bercampur dengan uap air di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat
banyak.
2.4
Kabut Asap
Asbut, istilah
adaptasi dari bahasa Inggris smog (smoke dan fog) adalah kasus pencemaran udara berat yang bisa terjadi
berhari-hari hingga hitungan bulan.Istilah “smog”
pertama kali dikemukakan oleh Dr. Henry Antoine Des Voeux dalam karya ilmiahnya
“Fog and Smoke”.
2.5
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU)
adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas
udara rganic di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak
terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya.(Pasal 1
ayat (1) Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 tentang
Indeks Standar Pencemar Udara).Terdapatlima kategori pada ISPU yakni, baik,
sedang, tidak sehat, sangat tidak sehat, dan berbahaya.
2.6
Infeksi Saluran Pernapasan Akut(ISPA)
ISPA adalah singkatan dari
Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau URI ( bahasa Inggris ) singkatan dari under respiratory infection adalah penyakit infeksi yang bersifat
akut dimana melibatkan organ saluran pernapasan mulai dari hidung, sinus,
laring hingga alveolus.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Cara
Penelitian
Cara penelitian yang penulis lakukan adalah dengan cara
pengumpulan data kuantitatif sekunder. Yakni dengan pengamatan terhadap
data-data statistik lapangan dan pustaka
lainnya.
3.2 Waktu
Penelitian
1. Pengumpulan data pertama dilakukan pada pukul 11.00 –
12.00 WIB hari Jumat, 27 Juli 2013.
2. Pengumpulan data lapangan kedua dilakukan pada pukul
13.00 – 14.00 WIB hari Jumat,
27 Juli 2013.
27 Juli 2013.
3. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data pustaka
selama tiga hari.
3.3 Tempat
Penelitian
1. Dinas Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Provinsi
Riau. Jl. Thamrin
2. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Jl. Pepaya, Sukajadi.
3. Pustaka Wilayah Soeman H.S. Jl. Sudirman, Sukajadi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Topografi Provinsi Riau
Secara umum, topografi provinsi Riau merupakan daerah dataran
rendah dan agak bergelombang .Sebagian besar tanah daratan daerah Riau terdiri
dari daratan yang terbentuk dari formasi alluvium (endapan). Berdasarkan
penelitian Zwieryeki (1919-1929) bahwa di Riau terdapat empat jenis tanah,
yakni :
1.
Jenis tanah Organosol Glei humus
2.
Jenis tanah padsolik merah kuning dari alluvium
3.
Jenis tanah padsolik merah kuning dari batuan endapan
4.
Jenis tanah padsolik merah kuning dari batuan endapan dan
batuan beku
Selain jenis tanah tersebut, dibeberapa daerah di Provinsi
Riau juga tersebar tanah gambut seperti halnya di wilayah Kabupaten Indragiri
Hilir, Kabupaten Kampar, Kabupaten Rokan Hulu, dll.Luas seluruh lahan gambut Riau adalah
4.043.602 hektar dan terdapat hampir di semua wilayah kabupaten, tetapi yang
paling luas terdapat di wilayah kabupaten yang berada di pantai timur. Enam
kabupaten yang memiliki lahan gambut paling luas berturut-turut adalah
Kabupaten Indragiri Hilir (983 ribu ha atau 24,3% dari total lahan di
provinsi), Bengkalis (856 ribu ha atau 21,2%), Pelalawan (680 ribu ha atau
16,8%), Siak (504 ribu ha atau 12,5%), Rokan Hilir (454 ribu ha atau 11,2%),
dan Indragiri Hulu (222 ribu ha atau 5,5%). Kabupaten yang lain seperti Kampar,
Karimun, dan Pekanbaru hanya mempunyai lahan gambut kurang dari 5% (Wahyunto et
al., 2005).
Tanah gambut terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tanaman
purba yang mati dan sebagian mengalami perombakan, mengandung minimal 12-18%
C-organik dengan ketebalan minimal 50 cm. Secara taksonomi tanah disebut juga
sebagai tanah gambut, Histosol atau Organosol bila memiliki ketebalan lapisan
gambut ≥ 40 cm, bila bulk density ≥
0,1 g/cm3 (Widjaja Adhi, 1986). Hingga saat ini, luas lahan gambut provinsi
Riau mencapai 4,02 juta hektar.
Istilah gambut memiliki makna ganda yaitu sebagai bahan
organik (peat) dan sebagai tanah
organik (peat soil). Gambut sebagai
bahan organik merupakan sumber energy,m bahan untuk media perkecambahan biji
dan pupuk organik sedangkan gambut sebagai tanah organik digunakan sebagai
lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola dalam
lahan untuk melakukan berbagai kegiatan pertanian dan dapat dikelola dalam
system usaha tani (Andriesse, 1988).
Tabel 1. Pembagian bahan organik tanah berdasarkan tingkat
dekomposisi bahan tanaman aslinya
Sumber : Androesse. 1988 dan Wahyunto et al., 2003
Lahan gambut kurang bernilai ekonomis tetapi memiliki fungsi
ekologis yang sangat penting, seperti fungsi hidrologi yang berperan dalam
mengatur aliran dan menyimpan air.Kemampuannya menyerap air yang tinggi
menjadikan rawa gambut berperan penting dalam mencegah terjadinya banjir.Gambut
juga merupakan salah satu penyusun bahan bakar yang terdapat di bawah
permukaan. Gambut mempunyai kemampuan dalam
menyerap air sangat besar, karena itu, meskipun tanah di bagian atasnya
sudah kering, di bagian baawhnya tetap lembab dan bahkan relatif masih
basah karena mengandung air. Saat musim
kemarau tiba permukaan tanah gambut cepat sekali kering dan mudah terbakar, dan
api di permukaan juga dapat merambat ke lapisan dalam yang relatif lembab. Oleh
karenanya, ketika terbakar, kobaran api tersebut akan bercampur dengan uap air
di dalam gambut dan menghasilkan asap yang sangat banyak.
4.2 Kebakaran
Hutan/ Lahan Gambut di Provinsi Riau
Kebakaran gambut tergolong dalam kebakaran bawah (ground fire). Pada tipe ini, api
menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan karena tanpa
dipengaruhi oleh angin. Api membakar bahan organik dengan pembakaran yang tidak
menyala (smoldering) sehingga hanya
asap berwarna putih saja yang tampak di atas permukaan tanah. Kebakaran bawah
ini tidak terjadi dengan sendirinya, biasanya api berasal dari permukaan,
kemudian menjalar ke bawah membakar bahan organik melalui pori-pori gambut.
Mengingat tipe kebakaran yang terjadi di dalam tanah dan hanya asapnya saja
yang muncul ke permukaan, maka kegiatan pemadaman akan mengalami banyak
kesulitan. Pemadaman secara tuntas terhadap api di dalam lahan gambut hanya
akan berhail, jika pada lapisan gambut yang terbakar digenangi oleha air. Untuk
mendapatkan kondisi sperit ini tentu diperlukan air dalam kapasitas besar
misalnya dengan menggunakan stick pump atau menunggu sampai api dipadamkan oleh
hujan deras secara alami.
Sebagaimana hal yang terjadi dewasa ini, lahan Riau yang
terbakar sejak pertengahan hingga akhir Juni lalu telah mencapai areal seluas
3.700 hektar. Kabupaten Rokan Hilir dengan ibukota Bagansiapi-api merupakan
daerah terparah dengan areal kebakaran hingga 2.800 hektar, diikuti Kabupaten
Bengkalis 500 hektar, Rokan Hulu 200 hektar, dan Pelalawan 500 hektar. Menurut
Tengku Syoib, Sekretaris Kepala Dinas Kehutanan Riau pada jumat (21/6/2013)
bahwa sebagian besar lahan yang terbakar berada di tanah gambut. Selain itu,
Isbanu tim Manggala Agni BBKSDA Riau juga mengalami kesulitan untuk memadamkan
areal yang sangat luas itu. Kendala utama akibat peralatan yang minim dan
tradisional serta sumber air yang sulit dijangkau dilapangan ditambah lagi
lahan yang terbakar merupakan lahan gambut.
Dewasa ini merupakan musimnya kebakaran hutan di pulau-pulau
Indonesia khususnya Sumatera dan Kalimantan.Mengingat peristiwa kebakaran hutan
yang sering terjadi di kedua pulau tersebut.Salah satunya yakni di Provinsi
Riau dimana kebakaran lahan kali ini merupakan yang terparah dari sebelumnya.
Menurut Pakar lingkungan dari Universitas Riau Prof. Adnan Kasri menyatakan,
kabut asap dampak dari kebakaran lahan gambut yang melanda Provinsi Riau kali
ini merupakan yang terparah sepanjang sejarah. Sebelumnya sekitar tahun 1997,
kasus kebakaran hebat memang sempat terjadi.Namun dampat kabut asapnya tidak
separah kali ini dimana pencemaran udara sudah berada di atas ambang normal.
(Antara Pekanbaru, Selasa 25/6/2013).
Grafik Tingkat Titik Api di Provinsi Riau
Sumber : Satelit NOAA-18 dan BMKG
Provinsi Riau
4.3 Indeks
Standar Pencemar Udara (ISPU)
Kualitas udara disampaikan ke masyarakat dalam bentuk indeks standar
pencemar udara atau disingkat ISPU, adalah angka yang tidak
mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan
waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai
estetika dan makhluk hidup lainnya.Kualitas udara ambien merupakan tahap awal
untuk memahami dampak negatif cemaran udara terhadap lingkungan. Kualitas udara
ambien di tentukan oleh :
1. Kualitas
emisi cemaran dari sumber cemaran
2.
Proses transportasi, konversi dan
penghilang cemaran di atmosfer, dimana kualitas udara ambien akan menentukan
dampak negatif cemaran udara terhadap kesehatan masyarakat dan kondisi lingkungan
( tumbuhan, hewan, material, dll )
Berdasarkan Keputusan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal)
Nomor KEP-107/Kabapedal/11/1997, penyampaian ISPU kepada masyarakat dapat
dilakukan melalui media massa dan elektronika serta papan peraga di
tempat-tempat umum.
4.3.1 Kategori
Pencemar Udara
ISPU ditetapkan berdasarkan 5 pencemar utama, yaitu: CO, SO2,
NO2, Ozon permukaan (O3), dan partikel debu (PM10).
·
PM10
PM merupakan kependekan dari particulate
matter atau partikulat. Partikulat merupakan zat pencemar padat maupun cair
yang terdispersi di udara. Partikulat ini dapat berupa debu, abu, jelaga, asap,
uap, kabut, atau aerosol. Jenis-jenis partikulat dibedakan berdasarkan
ukurannya. Partikel yang sangat kecil dapat bergabung satu sama lain membentuk
partikel yang lebih besar.
Partikulat dalam emisi gas buang dapat terdiri atas bermacam-macam
komponen.Beberapa unsur kandungan partikulat adalah karbon (dari pembakaran
tidak sempurna) dan logam timbel (dari pembakaran bensin bertimbel). Sebagian
partikulat keluar dari cerobong pabrik sebagai asap hitam tebal. Tetapi, yang
paling berbahaya adalah butiran-butiran halus sehingga dapat menembus bagian
terdalam paru-paru. Jika ini yang terjadi, organ pernapasan akan terganggu.
Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 150 ug/Nm3
·
SO2
SO2 merupakan rumus kimia untuk gas sulfur dioksida. Gas
ini berasal dari hasil pembakaran bahan bakar yang mengandung sulfur.Selain
dari bahan bakar, sulfur juga terkandung dalam pelumas.Gas sulfur dioksida
sukar dideteksi karena merupakan gas tidak berwarna. Sulfur dioksida dapat
menyebabkan gangguan pernapasan, pencernaan, sakit kepala, sakit dada, dan
saraf. Pada kadar di bawah batas ambang, dapat menyebabkan kematian. Korban sulfur
dioksida bukan hanya manusia, tetapi juga bangunan dan tumbuhan. Keberadaan gas
ini di udara dapat menimbulkan hujan asam yang merusakkan bahan bangunan dan
menghambat pertumbuhan tanaman. Standara baku mutu yang diperbolehkan adalah
365 ug/Nm3
·
CO
CO merupakan rumus kimia untuk gas karbon monoksida. Gas ini
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar yang tidak sempurna.Pembakaran tidak
sempurna, salah satu sebabnya adalah kurangnya jumlah oksigen.Bisa karena
saring udara yang tersumbat, bisa juga karena karburator kotor dan setelannya
tidak tepat.Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbon monoksida di
berbagai perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60 persen pencemaran udara di
kota-kota besar disumbang oleh transportasi umum.Karbon monoksida bersifat racun,
mengakibatkan turunnya berat janin, meningkatkan jumlah kematian bayi, serta
menimbulkan kerusakan otak. Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 10.000
ug/Nm3
·
O3
O3 merupakan lambang dari ozon.Senyawa kimia ini tersusun
atas tiga atom oksigen.Ozon merupakan gas yang sangat beracun dan berbau
sangit.Ozon terbentuk ketika percikan listrik melintas dalam oksigen.Adanya
ozon dapat dideteksi melalui bau (aroma) yang ditimbulkan oleh mesin-mesin
bertenaga listrik.Secara kimiawi, ozon lebih aktif ketimbang oksigen biasa dan
juga merupakan zat pengoksidasi yang lebih baik.
Biasanya, ozon digunakan dalam proses pemurnian (purifikasi) air,
sterilisasi udara, dan pemutihan jenis makanan tertentu. Di atmosfer,
terjadinya ozon berasal dari nitrogen oksida dan gas organik yang dihasilkan
oleh emisi kendaraan maupun industri.Di samping dapat menimbulkan kerusakan
serius pada tanaman, ozon berbahaya bagi kesehatan, terutama penyakit
pernafasan seperti bronkitis maupun asma. Standar baku mutu yang diperbolehkan
adalah 235 ug/Nm3 pada pengukuran selama 1 jam.
·
NO2
NO2 singkatan dari nitrogen dioksida.Zat nitrogen dioksida
sangat beracun sehingga dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, dan
saluran pernapasan serta menimbulkan kerusakan paru-paru.Gas ini terbentuk dari
hasil pembakaran tidak sempurna.Setelah bereaksi di atmosfer, zat ini membentuk
partikel-partikel nitrat sangat halus sehingga dapat menembus bagian terdalam
paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika bergabung dengan air baik
air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam. Asam ini dapat
merusakan tembok bangunan dan menghambat pertumbuhan tanaman. Jika bereaksi
dengan sisa hidrokarbon yang tidak terbakar, akan membentuk smog atau kabut
berwarna cokelat kemerahan. Standar baku mutu yang diperbolehkan adalah 150
ug/Nm3.
Agar lebih mudah dipahami ISPU dapat dibayangkan seperti penggaris
angka 1 hingga 1000.Semakin tinggi nilai ISPU maka semakin tinggi tingkat
pencemaran dan semakin berbahaya dampaknya terhadap kesehatan.Sebagai contoh,
ISPU 30 menunjukkan kualitas udara baik dan tidak ada dampak yang berbahaya
terhadap kesehatan.
Ketika kondisi ISPU di bawah 100 dipandang tidak berbahaya terhadap
masyarakat secara umum. Namun ketika ISPU beranjak melebihi 100 maka
pertama-tama kelompok masyarakat yang sensitif seperti penderita asma dan
anak-anak serta orang dewasa yang aktif di luar ruangan, akan paling awal
merasakan dampak kualitas udara yang tidak sehat. Sejalan dengan meningkatnya
ISPU maka akan semakin banyak yang merasakan dampak, hingga akhirnya seluruh
masyarakat akan menderita karena dampak kesehatan yang terjadi.
4.3.2 Cara Kerja ISPU
4.3.2 Cara Kerja ISPU
Hasil
ISPU tidak dapat secara langsung ditampilkan menjadi informasi ke masyarakat,
melaikan sebelum ditampilkan, hasil ISPU harus melewati beberapa proses
terlebih dahulu.
·
Tahap awal untuk menentukan ISPU adalah
memantau unsur-unsur yang ada di udara bebas.Misalkan di wilayah Provinsi Riau menggunakan Pemantau
Udara Kota Pekanbaru yang terdiri dari 3 Fix
Monitoring Station (Statiun Pemantau ) yaitu :
1. Stasiun
Kulim (PEF-1)
2. Stasiun
Suka jadi (PEF -2)
3. Stasiun
Tampan (PEF-3)
·
Tahap kedua adalah pengumpulan dan
peneriman data dari alat pemantau udara Kota Pekanbaru ke satu pusat pengolahan
data yaitu laboratorium udara Kota Pekanbaru. Di laboratorium ini data akan
diolah sedemikian rupa menjadi lebih sederhana dan mudah untuk dimengerti oleh masyarakat.
·
Tahap ketiga adalah menampilkan data yang
telah diolah ke data display agar
dapat dilihat dan diamati oleh masyarakat.
4.3.3 Indeks Warna dan Kategori ISPU
ISPU memiliki Indeks Warna dan Kategori
sebagai berikut:
Sumber : Data laboratorium udara Kota Pekanbaru
Berdasarkan
data diatas maksud dari kategorinya adalah :
· Baik. Tingkat
kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan atau nilai estetika.
· Sedang. Tingkat
kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusai ataupun hewan
tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitive dan nilai estetika.
· Tidak
sehat. Tingkat
kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang
sensitif atau bisa menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai esrtetika
· Berbahaya. Tingkat
kualitas udara berbahaya secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada
populasi.
Menurut Laboratorium Udara Kota
Pekanbaru, hasil ISPU Kota Pekanbaru
pada saat terjadinya kebakaran lahan dan marak-maraknya asap baru-baru ini
,menunjukkan hasil Tidak Sehat. Karena hasil ISPU menunjukkan angka 150 (Tidak
Sehat).Hasil ini bukanlah hasil yang parah, karena Kota Pekanbaru bukanlah penyumbang asap, melainkan
penerima asap. Sementara itu, lain halnya dengan ISPU yang diukur pada sekitar jam 08.00 WIB 23
Juni dibeberapa kota seperti Rumbai 619 psi, Minas 247 psi, Duri 164 psi, dan
wilayah Dumai yang tingkat konsentrasinya di atas 800 bahkan telah mencapai 900
psi (polutant standard index)
pada Senin (24/6/2013) sekitar pukul 16.00 WIB. (Data Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Riau)
4.4 Dampak
Kabut Asap Kebakaran Hutan/ Lahan Gambut beserta Solusi
4.4.1
Dampak AsapTerhadap Lingkungan
Dampak Biofisik
Dampak biofisik berkaitan erat dengan pelepasan asap, pelepasan CO2,
suhu tinggi, dan perusakan habitat flora dan fauna. Asap adalah suspensi
zarah-zarah padat halus dalam gas (udara). Asap dari kayu dan bahan organik
lain terdiri atas zarah-zarah halus karbon. Bahan ini menurunkan mutu udara
karena mengganggu pernafasan dan penglihatan, bahkan dapat merusak organ
pernafasan dan penglihatan. Akibat menghalangi dan memencarkan energi pancar
matahari, asap juga menurunkan fotosintesis yang pada gilirannya menurunkan
potensi produksi nabati. Butir-butir halus yang kemudian mengendap dan menempel
pada permukaan daun dapat mengurangi luas efektif daun untuk melakukan
fotosintesis.
Dampak langsung dari kebakaran hutan dan lahan terhadap lingkungan
atmosfer adalah berupa kabut asap yang menghalangi daya visibilitas terutama
untuk sektor penerbangan dan transportasi darat. Dampak tidak langsungnya
adalah berupa emisi CO2, NOx, dan CH4. Gas-gas tersebut
akan mengapung-apung di atmosfer sebagai gas rumah kaca yang berdampak pada
pemanasan bumi dan mempengaruhi perubahan iklim.
Kebakaran hutan juga berdampak buruk pada ekosistem darat, yaitu
akan memusnahkan flora dan fauna serta biodiversitas. Api yang cukup panas
dapat mematikan 100% tumbuhan hijau, 75% tumbuhan bawah, dan 80% organisme
penutup tanah, baik berupa hewan maupun tumbuhan. Pada daerah bekas kebakaran
yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan angka kematian pada
tingkat vegetasi pohon mencapai 33 – 84%, sedangkan pada tingkat vegetasi tiang
sebesar 61%.
Dampak lain adalah penurunan kesuburan tanah karena hilangnya
lapisan humus dan struktur tanah bagian atas (top soil) yang mengalami
perubahan. Kondisi ini menyebabkan terganggunya kehidupan mikroorganisme dan
tanaman yang tumbuh di atasnya, yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan
produktivitas lahan.
Dampak Sosial
Dampak kebakaran
hutan dan lahan secara sosial terutama dirasakan oleh masyarakat di sekitar
terjadinya kebakaran.Bencana kebakaran hutan dan lahan dapat memusnahkan hampir
semua yang tumbuh di lantai hutan dan lahan pertanian serta menghancurkan
permukiman.Akibatnya masyarakat kehilangan harta benda dan sumber mata
pencaharian.
Berkurangnya sumber mata pencaharian, kurangnya persediaan air bersih, semakin sempitnya lahan subur, dan tidak meratanya hasil panen dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan lebih jauh dapat menimbulkan konflik antar komunitas atau kelompok masyarakat.
Berkurangnya sumber mata pencaharian, kurangnya persediaan air bersih, semakin sempitnya lahan subur, dan tidak meratanya hasil panen dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan lebih jauh dapat menimbulkan konflik antar komunitas atau kelompok masyarakat.
Peristiwa
kebakaran hutan/ lahan gambut menimbulkan implikasi sosial/ kejiwaan yang cukup
serius.Dampak mendalam bagi masyarakat lokal, yaitu perasaan diabaikan dan
putus asa sering tidak mendapat perhatian.Masyarakat lokal merasa sudah
kehilangan banyak dan tidak menerima bantuan atau bahkan pengakuan atas
kehilangan itu. Dampak sosial ini, jika .diabaikan akan menjadi potensi bagi
munculnya konflik sosial yang serius (Tacconi, 2003).
Dampak Politis
Hampir setiap
tahun, jutaan orang di Asia Tenggara menderita akibat polusi asap yang
menyesakkan. Polusi asap lintas-batas negara yang sangat merugikan tersebut
sudah menjadi isu politis yang sangat kontroversial.
Dampak Ekonomi dan Pariwisata
Dampak kebakaran
hutan secara ekonomis yaitu hilangnya sumber daya alam beserta potensi yang ada
didalamnya, baik berupa kayu ataupun non-kayu yang melimpah dan mempunyai nilai
ekonomis yang sangat tinggi.Ladang perkebunan dan pertanian lain yang terbakar
seperti halnya perkebunan kelapa sawit akan memunaskan keseluruhan tanaman yang
ada didalamnya, yang berarti produksi pertanian akan ikut terbakar. Hal ini
akan sangat mempengaruhi perekonomian daerah karena hasil hutan merupakan salah
satu sumber pendapatan daerah yang cukup besar dan dominan.
Pada saat
aktivitas subsisten dan aktivitas komersil masyarakat sekitar hutan/ lahan
gambut terganggu, maka mereka akan mencari alternatif lain yang pada gilirannya
akan menimbulkan konsekuensi sekunder sosial dan ekologis. Kebakaran lahan
sangat berdampak pada pendapatan masyarakat lokal karena komoditas yang
ditanamnya musnah.Kehilangan tersebut mengakibatkan penuruna jumlah uang yang
diperoleh masyarakat lokal yang demikian menyebabkan kelangakaan pangan karena
kebun sebagai salah satu penghasil pangan telah rusak.
Taksiran kerugian
biasanya didasarkan pada valuasi kerusakan pada bidang kehutanan, valuasi
kerusakan hasil hutan non-kayu, kerugian sektor pertanian, pengeluaran untuk
operasi pemadaman, pengeluaran dana kedaruratan untuk mengatasi bencana,
masalah kesehatan, kerusakan infrastruktur, peningkatan biaya produksi,
kerugian di bidang pariwisata, dan kerugian industri transportasi.Dampak asap tidak hanya menurunkan
penjualan, tapi juga mengakibatkan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok.
Industri
pariwisata akan sangat terpengaruh oleh adanya asap karena terganggunya lalu
lintas transportasi dan masalah keselamatan. Negara tetangga yang terkena
pencemaran udara juga mengalami penurunan pariwisata dan kesehatan masyarakat
dalam hal ini yakni Singapura dan Malaysia. Kabut asap akibat kebakaran hutan
Riau menyebar hingga ke dua negara tetangga tersebut, akibat hembusan angin
yang bertiup dari bagian timur menuju timur laut ke arah benua Asia. Kebakaran
tahun 1997/ 1998 lalu telah menurunkan wisata ke Indonesia hingga tinggal 3,7%.
Kemerosotan wisata ini akan juga menurunkan tingkat hunian hotel, pengunjung
restoren, dan fasilitas wisata lainnya. (Suratmo, 1999).
4.4.2 Dampak
Asap Terhadap Kesehatan
Kabut asap sekarang ini sudah
dianggap bencana bagi masyarakat Riau. Sehingga dinas kesehatan mendirikan 3
posko beberapa tempat di Provinsi Riau, guna menanggulangi bencana kabut asap.
Menurut data statistik, jumlah kenaikan data statistik penyakit tidak signifikan
karena terjadinya setiap tahun.
Penyakit yang diakibatkan oleh
kabut asap diantaranya adalah : ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), pneumonia, iritasi mata, iritasi kulit
dan asma. Dari ke-5 jenis penyakit ini, yang paling meningkat drastis
ketika kabut asap melanda adalah
penyakit ISPA. Dalam bencana kabut asapyang melanda Riau saat ini tidak memakan
korban jiwa. Akan tetapi ada korban jiwa akibat kebakaran hutan di kabupaaten
Rokan Hilir yang menewaskan 2 orang.
Dari 12 kabupaten dan kota yang ada
di provinsi Riau. Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Bengkalis dan
Kabupaten Rokan Hulu adalah kabupaten dengan jumpah penderita ISPA terbanyak.
Dikarenakan dari ke-4 kabupaten ini adalah kabupaten yang memiliki jumlah titik
api terbanyak.
Dalam hal ini dinas kesehatan
provinsi Riau melakukan sosialisai kepada masyarakat untuk mengurangi kegiatan
di luar rumah. Dan apabila akan berpergian keluar rumah diharapkan menggunakan
masker, untuk menghindari penyakit yang diakibatkan oleh kabut asap.
Tabel
2 Pengaruh Polutan Asap terhadap Sistem Pernapasan dan Organ Lainnya
4.4.3
Solusi
Upaya terbaik tentu
mencegah kebakaranhutan, ini perlu jadi prioritas utama.Karenaketerbatasan
sarana kesehatan dalammencegah bahaya kebakaran hutan makausaha pencegahan
paling utama adalahmengatasi
sumbernya yakni memadamkan kebakaran itu sendiri.Perlu dibina
kerjasama lintas sektoral kesehatan, lingkungan hidup dan pihak meteorologi
yang baik untuk memantau polusi akibat kebakaran hutan. Kalau asapnya telah
menyebar, perlu dilakukan berbagai tindakan untuk melindungi masyarakat luas
dari pajanan asap.
Masyarakat mungkin
dapat melindungi dirinya sendiri dari pajanan asap danpemerintah setempat
memberikan penyuluhan tentang bahaya dan cara pencegahan kebakaran hutan. Saat
ini cara pencegahan yang banyak digunakan adalah pemakaian masker karena relatif
murah dan dapat disebarluaskan tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan. National
Institute of Occuposional Safetya nd Health (NIOSH) telah melakukan
pengujian di Amerika Serikat dan menetapkan beberapa jenis masker yang mampu
menyaring lebih dari 99% partikel silika berukuran 0,5 μm. Beberapa badan
kesehatan lain merekomendasikan masker yang baik yaitu mampu menyaring lebih
dari 95% partikel > 0,3 μm dari biasanya.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dari hasil
penelitian yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa :
1.
Gambut
( Bod Pead ) merupakan jenis tanah
yang sebagian besar terdiri dari pasir silikat dan sebagian lagi terdiri atas
bahan-bahan organik asal tumbuhan yang sedang dan atau sudah melalui proses
dekomposisi.
2.
Kebakaran lahan gambut merupakan kebakaran bawah (ground fire) yang mengakibatkan sulitnya
cara pemadaman terhadap api bawah tanah tersebut.
3.
Kebakaran hutan merupakan akar permasalahan kesehatan dan
lingkungan yang serius.
4.
Kabut asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan/ lahan
gambut tersebut mengakibatkan kualitas udara menurun dan tercemar. Hal ini
terbukti pada data ISPU yang menunjukkan kualitas udara saat kebakaran hutan
Riau Juni lalu dikategorikan tidak sehat hingga berbahaya.
5.
Dampak asap terhadap kesehatan berupa gangguan pernapasan
atau ISPA dan keluhan pernapasan bagi orang yang berisiko tinggi dan sensitif
6.
Dampak asap terhadap lingkungan mencakup beberapa aspek
antara lain di bidang biofisik, ekonomi,
sosial, politis, dan pariwisata.
7.
Salah satu upaya pencegahan paling utama
terhadap kebakaran hutan adalahmengatasi
sumbernya yakni memadamkan kebakaran itu sendiri.
5.2
Saran
Berdasarkan
karya ilmiah ini, penulis mengharapkan beberapa hal yang dapat dijadikan
pertimbangan dan saran,yakni :
1.
Diharapkan kepada seluruh masyarakat bahwa menjaga
kelestarian hutan itu sangat penting. Mulailah dari menanamkan rasa memiliki
dan cinta alam dari diri sendiri.
2.
Diharapkan kepada pemerintah atau pihak terkait dalam hal
pembuatan undang- undang atau hukum yang lebih tegas terhadap kasus kebakaran
hutan sehingga tidak terjadi maraknya lagi kabut asap yang tersebar di udara
dan berdampak pada segala aspek kehidupan terumata lingkungan dan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho,
Suryadiputra, Saharjo, Siboro. 2003. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan Gambut.
Aditama
TY. Dampak asap kebakaran hutan terhadap kesehatan paru. Jakarta: YP IDI &
IDKI, 1999; p.3-33.
Agus, F. dan I.G.
M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan.
Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor, Indonesia
Bab
I Pendahuluan mengenai sifat fisik gambut.IPB.
Data
dinas kesehatan dan badan pengendalian dampak lingkungan Provinsi Riau.
Departemen Kesehatan. Parameter
pencemar udara dan dampaknya terhadap kesehatan. [cited 2011 Jan 10]. Available
from: www.depkes.go.id/downloads/udara.pdf
Faisal, Yunus, Harahap. Dampak Asap Kebakaran Hutan
pada Pernapasan.Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia - RS
Persahabatan, Jakarta, Indonesia.
Notohadinegoro,
Tejoyuwono. 1997. Pembakaran dan Kebakaran Lahan. dalam Prosiding Simposium
Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Pusat Studi
Energi, Pusat Studi Bencana Alam, Pusat Studi Sumberdaya Lahan, dan Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup UGM. Yogyakarta. 16-17 Desember
Rumajomi
HB. Kebakaran hutan di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan [M 1. akalah
pengantar Filsafah Sains, Program Pasca Sarjana]. Bogor: Institut Pertanian
Bogor; 2006.
Syahnan
Rangkuti, Heru Margianto. Kompas.com
Waliadi,
Suhada, dan Dedi. 2005. Mengelola Bencana Kebakaran Lahan dan Hutan.
Palangkaraya: CARE International Indonesia
Zain, AS. 1996. Hukum lingkungan
Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Moore, Peter dan N. Haase. 2002. Manajemen Kebakaran Berbasiskan Masyarakat. dalam Burning Issues. 2: 1-3
Moore, Peter dan N. Haase. 2002. Manajemen Kebakaran Berbasiskan Masyarakat. dalam Burning Issues. 2: 1-3